Penelitian berjudul Jula-juli Pandalungan dan Jula-juli Surabayan: Ambivalensi dan Garap Karawitan Jawatimuran ini untuk memperoleh pemahaman bahwa Jula-juli Pandalungan lahir dari tegangan kultural yang dibangun antara Jawa dan Madura. Berbeda dengan gaya Jula-juli pada umumnya (Malangan, Jombangan), melalui Jula-juli Pandalungan, dalam konteks musik, terdapat upaya orang Madura untuk terlihat setara dengan Jawa. Hal itu diwujudkan terhadap Jula-juli Surabayan bergaya Jawatimuran. Jula-juli Pandalungan menempati posisinya sebagai ruang ketiga yang ambivalen dan liminal. Pada satu sisi menggunakan idiom musikal Gaya Surabayan agar terbaca sebagai bagian dari hegemoni (Jawa), tetapi pada sisi yang lain tidak meninggalkan budaya musik induknya yakni Madura. Oleh karena itu, Jula-juli bukan sekadar fenomena bunyi, tetapi lebih dari itu, mampu menjelaskan gejolak fakta kultural yang lebih kompleks.Penelitian ini menggunakan paradigma etnomusikologi dan mimikri yakni memandang musik sebagai peristiwa budaya, menarasikan konflik sekaligus resolusinya, sehingga keterkaitan antara bunyi dan konteksnya tidak dapat dipisahkan. konsep karawitan Jawatimuran, gaya musikal di mana Jula-juli hidup dan eksis mengetahui keterhubungan antara fakta musikal dengan fakta kultural dalam Jula-juli karawitan Jawatimuran memiliki bangunan keilmuannya yang khas dan genuine garap dalam Jula-juli Surabayan cenderung memiliki keteraturan atau kerapian musikal yang mengandalkan keutuhan atau kebulatan bunyi, Posisi ambivalen dan liminal Jula-juli Pandalungan menyebabkan eksistensinya sangat bergantung pada dua tegangan musikal antara Jawa dan Madura, sehingga Jula-juli Pandalungan tidak dapat terdefnisikan dengan tuntas.